Agenda : 1 Juli 2012, Ahad malam Senin Pahing, Bakti Sosial Menyambut Ramadhan Yayasan Fathul Hidayah dan Pengajian Rutin Selapanan Majelis Ahbaabun Nabi bersama Kyai Nafian Ali Maliki - Karanganyar di Kediaman Ketua Yayasan, Dk. Jengglong, Ds. Waru, Kec. Kebakkramat, Kab. Karanganyar.

Rabu, 27 Juni 2012

Membantu Kebutuhan Seorang Muslim

Adalah sikap tercela manakala seseorang hanya memikirkan maslahat dirinya sendiri tanpa peduli dengan nasib saudaranya. Bahkan, seseorang tidak akan dikatakan sebagai mukmin yang sempurna imannya apabila tidak menyukai kebaikan bagi saudaranya seperti apa yang ia suka untuk dirinya. Nabi n bersabda,
 “Tidak beriman salah seorang kalian sampai ia mencintai bagi saudaranya apa yang ia cintai bagi dirinya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik z)
Hal itu karena masyarakat muslimin seperti satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, anggota tubuh yang lainnya akan ikut merasakannya. Seorang muslim yang baik niscaya akan bahagia ketika muslim yang lainnya berada dalam keadaaan yang baik. Sebaliknya, apabila mengetahui saudaranya berada dalam kondisi kesulitan, dia bersedih dan ikut memikirkan upaya melepaskan penderitaan saudaranya.
Sungguh, apabila seseorang bisa menyuguhkan kebaikan bagi saudaranya seiman berarti dia telah mengukir kemuliaan dalam hidupnya yang kelak akan senantiasa terkenang. Dia juga akan meraih predikat sebaik-baik orang. Nabi n bersabda,
 “Sebaik-baik orang adalah yang paling berguna bagi orang lain.” (HR. al-Qudha’i dan dinyatakan hasan oleh al-Albani dalam ash-Shahihah no. 426)
Usaha orang seperti ini tidak akan sia-sia, sebagaimana firman Allah l,
“Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya.” (al-Muzzammil: 20)
Bantuan dari Allah l akan terus mengalir kepadanya selama dia mau membantu saudaranya karena balasan itu sesuai dengan perbuatan.
Memberi Syafaat
Di antara kebaikan yang dianjurkan dan besar keutamaannya tersebut adalah memberi syafaat untuk seseorang di hadapan orang lain. Yang dimaksud dengan syafaat di sini adalah permohonan kebaikan untuk orang lain. Artinya, seseorang menjadikan dirinya sebagai perantara untuk mengemukakan hajat/kebutuhan saudaranya di hadapan orang lain untuk mewujudkan tujuan saudaranya. Syafi’ (pemberi syafaat/perantara) ini biasanya orang yang terpandang di tengah-tengah masyarakat sehingga kemungkinan besar permintaannya untuk saudaranya akan dikabulkan oleh penguasa dan semisalnya.
Hendaknya kedudukan yang dimiliki seseorang bisa dimanfaatkan untuk memperjuangkan nasib saudaranya-saudaranya seiman. Nabi n bersabda,
 “Berilah syafaat niscaya kalian akan diberi pahala.” (Muttafaqun ‘alaihi dari hadits Abu Musa al-Asy’ari z)
Hadits ini mengandung faedah yang besar, yaitu seorang hamba seyogianya berusaha dalam perkara-perkara kebaikan. Sama saja, apakah usaha ini akan membuahkan hasil yang maksimal atau sesuai yang diharapkan, atau sebagiannya atau bahkan hasilnya nihil. Di antara usaha tersebut adalah memberi syafaat bagi orang lain di hadapan penguasa, pembesar, dan orang-orang yang memiliki kebutuhan terkait dengan mereka.
Umumnya, orang malas untuk memberi syafaat/menjadi perantara bagi orang lain apabila dia belum yakin akan diterima syafaatnya. Sikap ini menyebabkan seseorang melewatkan kebaikan yang besar, yaitu pahala dari Allah l. Selain itu, ia juga melewatkan kesempatan untuk berbuat baik kepada saudaranya. Oleh karena itu, Nabi n memerintah para sahabat untuk membantu tercapainya kebutuhan saudaranya agar mereka bersegera meraih pahala di sisi Allah l.